HUKUM WARIS DAN KELUARGA

Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak. Hukum Waris juga mengatur tentang harta warisan tersebut. Mengatur cara-cara berpindahnya, siapa-siapa saja orang yang pantas mendapatkan harta warisan tersebut, sampai harta apa saja yang diwariskan.

Hukum Pewarisan diatur dalam hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk masyarakat nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang  ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya  bagi para ahli warisnya. dan juga berbagai aturan tentang perpidahan hak milik, hak milik yang dimaksud adalah berupa harta, seorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dalam istilah lain waris disebut juga dengan fara‟id. Yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya dan yang telah di tetapkan bagian-bagiannya.

Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: hukum Waris Adat, hukum Waris Islam dan hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerabatan yang mereka anut.

Hukum Waris Islam

Sumber utama dalam hukum Waris Islam adalah Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176. hukum Waris Islam atau ilmu faraidh adalah ilmu yang diketahui. siapa yang berhak mendapat waris dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli waris.

Dasar hukum waris Islam yang pertama tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kemudian telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 sebagai Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Sedangkan dasar hukum waris Islam yang kedua yaitu dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Masalah Waris Islam yang Sering Terjadi :

  1. Tak Setuju dengan Fatwa Waris.
  2. Dihalang-halangi Saat Pembagian Waris.
  3. Pewaris Poligami.
  4. Pewaris Tidak Menikah.
  5. Sudah Cerai, Berhak Terima Waris?
  6. Wasiat Lebih Besar dari Jatah Ahli Waris.

Hukum Waris Perdata

Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian mengenai hukum waris itu sendiri tidak dapat dijumpai pada bunyi pasal-pasal yang mengaturnya dalam KUH Perdata tersebut.

Konflik antar ahli waris juga sering terjadi karena sikap egois yang ingin menang sendiri dalam mendapatkan bagian harta waris yang terbesar atau terbaik. Misalnya pewaris meninggalkan tiga bidang tanah, para ahli warisnya berebutan untuk mendapatkan tanah yang lokasinya paling strategis.

Pada prinsipnya pelaksanaan pembagian harta warisan berlangsung secara musyawarah. Musyawarah dilakukan oleh keluarga secara internal untuk menentukan bagian masing- masing ahli waris. Apabila musyawarah tidak dapat menyelesaikan sengketa, maka persengketaan diselesaikan melalui pengadilan.

Hukum Keluarga

Secara istilah, hukum keluarga berasal dari terjemahan kata “familierecht” (bahasa Belanda) atau “law of familie” (bahasa Inggris).

Dari beberapa definisi para pakar dapat disimpulkan bahwa hukum keluarga adalah aturan yang mengatur hubungan keluarga atau peraturan-peraturan baik tertulis maupun non tertulis yang berkaitan dengan keluarga yang sedarah dan keluarga sebab pernikahan. Hal ini mencakup pernikahan, harta benda dalam pernikahan, perceraian (talak), hak atau kekuasaan orang tua, pengampuan (pembebasan), perwalian, dan lain sebagainya yang ada hubungannya dengan keluarga.

Dasar Hukum Keluarga

Dasar hukum perkawinan di Indonesia yang berlaku adalah:

  1. Buku 1 KUH Perdata yaitu Bab IV sampai dengan Bab XI
  2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
  3. PP (Peraturan Pemerintah) No. 9 tahun 1974 Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
  4. UU (Undang-Undang) No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
  5. PP (Peraturan Pemerintah) No. 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan dan penambahan PP No. 10 Tahun 1983 tentan Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil
  6. IP (Instruksi Presiden) No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Pasal 1-170 KHI).

Masalah Hukum Dalam Keluarga yaitu :

  1. Konflik dalam Perkawinan, seperti Perceraian, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Status Anak Dalam Perkawinan, Harta Dalam Perkawinan. Pada mulanya diatur dalam Bab IV sampai dengan Bab IX, Buku I KUHPer. Termasuk didalamnya hukum tentang harta benda perkawinan (yaitu hubungan harta benda antara suami istri), karena hubungan hukum harta benda antara suami istri bersumber pada perkawinan. Ketentuan hak-hal tersebut telah diubah dengan adanya Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Perkawinan yang bersifat nasional sebagai pengganti Hukum Perkawinan yang bersumber dari Hukum Barat.
  2. Konflik Kekuasaan orang tua yaitu hubungan hukum antara orang tua dan anak mereka, baik yang sah maupun yang disahkan (Bab XII, Buku I KUHPer).
  3. Konflik Perwalian yaitu hubungan hukum antara si wali dan anak yang berada di bawah perwaliannya (Bab XV, Buku I KUHPer).
  4. Konflik Pengampuan (Curatele) yaitu hubungan hukum antara kurator dan orang yang berada dibawah pengampuannya (kuradus) (Bab XVII, Buku I KUHPer).

Kami melayani jasa hukum penyelesaian konflik hukum waris dan konflik hukum dalam keluarga yang dimungkinkan terjadi resiko permasalahan hukum antara para pihak.