,
  • RS-LAWYER.ID website resmi LAW OFFICE RYANTO SIRAIT & PARTNERS
(021) 22 474 915
0813-1551-3353
08:00 -17:00 WIB
Senin - Jumat

Tag: lukman santoso az

Pentingnya Bantuan Hukum dan Pendampingan Hukum

Bantuan hukum termasuk salah satu istilah dalam hukum yang hingga saat ini masih terdengar asing bagi masyarakat dan belum mendapatkan pengertian yang pasti.

Oleh karena belum adanya pengertian yang pasti mengenai istilah bantuan hukum tersebut, kalangan profesi hukum di Indonesia mencoba memberikan pengertian tersendiri.

Salahsatunya adalah lokakarya bantuan hukum tingkat nasional yang diselenggarakan pada tahun 1978 yang merumuskan pengertian bantuan hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada masyarakat yang tergolong tidak mampu, baik secara perorangan maupun kelompok masyarakat yang tidak mampu secara kolektif.

Lingkup kegiatan bantuan hukum itu meliputi pembelaan dan perwakilan baik di luar maupun di dalam pengadilan, termasuk pendidikan dan penelitian serta penyebaran gagasan. Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dipahami bahwa unsur dari bantuan hukum adalah adanya pemberian nasihat hukum dan tindakan sebagai pendamping untuk membela seseorang yang dituduh atau didakwa melakukan kejahatan.

Konsepsi mengenai bantuan hukum memang sangat jarang kita temui. Dalam KUHAP, juga sedikit yang menyinggung bantuan hukum. Terdapat dua bentuk hukum yang umumnya digunakan oleh negara-negara di dunia, yaitu model yuridis individual (a juridical right) dan model kesejahteraan (a welfare right).

Pada model yuridis individual, bantuan hukum yang diberikan tergantung permintaan warga masyarakat yang membutuhkan. Masing-masing dari mereka yang membutuhkan dapat menggunakan jasa pengacara dan memberikan imbalan atas jasanya, kecuali bagi mereka yang dianggap tidak mampu. Sedangkan, pada model kesejahteraan, bantuan hukum diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Di negara Amerika misalnya, pemberian bantuan hukum berada dibawah pengaturan criminal justice act dan economic opportunity act. Bantuan hukum dianggap sebagai bagian yang sangat penting untuk memberikan keadilan bagi masyarakat terutama mereka yang dianggap tidak mampu.

Dalam pemberian bantuan hukum, dikenal beberapa bentuk pelayanan, antara lain legal aid, legal assistance, dan legal service. Ketiganya memiliki pelaksanaan yang berbeda. Legal aid merupakan pemberian bantuan hukum kepada seseorang yang dilakukan secara cuma-cuma dan dikhususkan kepada masyarakat yang tidak mampu. Legal aid secara konseptual merupakan bentuk upaya penegakan hukum dengan melakukan pembelaan terhadap kepentingan dan hak-hak asasi masyarakat miskin. (Abdurahman, Aspek-aspek bantuan Hukum di Indonesia (yogyakarta:Cendana Press,1983), hlm. 34.

Adapun Legal Assistance merupakan pemberian bantuan kepada seluruh kelompok masyarakat. Legal assistance memiliki makna yang lebih luas daripada legal aid. Konsepsi legal assistance adalah memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin dan memberikan bantuan hukum dengan imbalan jasa kepada masyarakat yang mampu.

Sementara itu, legal service adalah pelayanan hukum. legal service hadir untuk memberikan pelayanan atau bantuan hukum kepada seluruh orang dengan tujuan menjamin hak seluruh orang untuk mendapatkan nasihat hukum. Hal ini dilakukan agar pelayanan hukum dalam praktiknya tidak diskriminatif karena adanya perbedaan status kekayaan seseorang. Dalam konsep legal service, terdapat beberapa makna dan tujuan.

Pertama, pelayanan diberikan kepada masyarakat dengan tujuan menghapuskan diskriminasi dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan hukum kepada masyarakat.

Kedua, pelayanan hukum yang diberikan kepada masyarakat bertujuan untuk mewujudkan kebenaran hukum dengan jalan menghormati hak yang diberikan oleh hukum kepada setiap anggota masyarakat. Ketiga, selain upaya penegakan hukum dan penghormatan hak hukum kepada setiap orang, legal service lebih mendahulukan penyelesaian sengketa dengan cara berdamai.

Dalam konteks hukum Indonesia, hak atas bantuan hukum pada prinsipnya merupakan amanah konstitusi bagi setiap warga negara untuk memiliki kedudukan sama di dalam hukum dan pemerintahan (Lihat Pasal 1 ayat 3 dan pasal 27 ayat 1 UUD 1945). Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terealisasi dan dinikmati oleh masyarakat apabila ada kesempatan yang sama untuk mendapatkan keadilan, termasuk di dalamnya pemenuhan hak atas bantuan hukum.

Sebelum diberlakukannya UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dikenal PP No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-cuma. Namun, di dalam peraturan tersebut belum diberikan defenisi bantuan hukum secara tepat. Selain itu, peraturan tersebut secara substantif tidak mengatur bantuan hukum, melainkan mengatur bagaimana advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma.

Dengan demikian, subjek dari PP No. 38 Tahun 2008 adalah advokat, bukan bantuan hukum.

Oleh karena itu, baru setelah diundangkannya UU No. 16 Tahun 2011, terdapat defenisi bantuan hukum yang cukup tepat. Dalam undang-undang tersebut, bantuan hukum didefinisikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Berdasarkan undang-undang ini, bantuan hukum merupakan pekerjaan jasa yang bersifat profesional, yang berarti untuk melakukan pekerjaan tersebut diperlukan suatu pendidikan dan keahlian khusus. Selain itu, bantuan hukum juga merupakan suatu hak yang dapat dituntut oleh setiap subjek hukum ketika ia memerlukannya.

Bantuan hukum merupakan hak bagi orang miskin yang dapat diperoleh tanpa bayar (pro bono publico) sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum. Terlebih lagi prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan hak untuk dibela advokat (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia dari kemiskinan, khususnya dalam bidang hukum.

Disalin ulang dari buku Lukman Santoso Az (anti bingung beracara di Pengadilan. Bagian 2

Perbedaan Laporan, Pengaduan, dan Tertangkap Tangan

Sekilas, laporan dan pengaduan terlihat mempunyai arti sama. Namun, dalam hukum, kedua istilah ini memiliki defenisi berbeda. Secara defenitif, laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak pidana (Pasal 1 angka 24 KUHAP). Artinya, seseorang dapat saja melaporkan sesuatu, baik atas kemauannya sendiri ataupun atas kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang.

Sedangkan, pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukuk seorang yang telah melakukan tindak pidana termasuk aduan yang merugikannya (Pasal 1 angka 25 KUHAP). Pengertian ini menunjukkan bahwa aduan bermakna bila seseorang merasa dirugikan hak hukumnya oleh orang lain, maka ia dapat mengadukan perilaku tersebut dengan disertai keinginan untuk memperoleh keadilan atau tuntutan hukum.

Menurut R. Tresna, istilah pengaduan (klacht) tidak sama artinya dengan pelaporan (aangfte) ( R. Tresna, asas-asas Hukum Pidana disertai pembahasan beberapa perbuatan pidana yang penting (Jakarta: Tiara,1959). Perbedaan secara umum keduanya adalah sebagai berikut :

  • Pelaporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai kejahatan-kejahatan, dimana adanya pengaduan itu menjadi syarat.
  • Setiap orang dapat melaporkan suatu kejadian sedangkan pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya.
  • Pelaporan tindak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, sedangkan pengaduan dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaliknya merupakan syarat untuk mengadakan penuntutan.

Pengaduan yang bersifat khusus hanya bisa dilakukan oleh pihak tertentu yang berkepentingan, sehingga dapat dicabut sebelum sampai ke persidangan apabila terjadi perdamaian antara pengadu dan teradu. Jika terjadi pencabutan pengaduan, maka perkara tidak dapat diproses lagi.

Adapun tertangkap tangan, yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau tengah melakukan tindak pidana dipergoki oleh orang lain, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana dilakukan (Pasal 1 angka 19 KUHAP). Sebagai contohnya adalah berbagai kasus suap yang ditangani KPK.

Terkait laporan maupun aduan, dalam praktiknya di masyarakat, lebih sering digunakan istilah yang sama, yakni pelaporan. Hal tersebut dikarenakan status yang disandang yang memasukkan laporan maupun aduan disebut pelapor.

Dalam melakukan pelaporan atau pengaduan ke kepolisian, dapat dilakukan sendiri ataupun langsung mengajak atau didampingi oleh kuasa hukum/pengacara/advokat. Namun, pada prinsipnya, jika si pelapor hendak melakukan pelaporan sendiri diperbolehkan. Ketika si pelapor datang ke kepolisian, ia akan diarahkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) atau juga sering disebut Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), serta diminta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke Kepolisian. Selin itu, jika si pelapor hendak langsung didampingi atau mewakilkan pelaporan kepada advokatnya diperbolehkan, sepanjang advokat sudah diberikan surat kuasa khusus untuk diwakilkan dari pelapor sebagai kliennya.

Ditulis ulang dari Buku Lukman Santoso AZ, Anti Bingung Beracara di Pengadilan dan Membuat Surat Kuasa, hal 21-24 (Cet-Laksana Yogyakarta 2017)