Wajib Tau, Kewajiban Perpajakan Bagi Perusahaan Yang Sudah Bubar

Persaingan dunia usaha sekarang ini tidaklah mudah, dan dapat dikatakan sangatlah ketat. Apapun jenis kegiatan usahanya tentu ada saja persaingan yang terjadi dari berbagai aspek, sehingga pemilik perusahaan harus benar-benar mengelola perusahaan dengan baik. Karena tidak dapat dipungkiri apabila suatu perusahaan tidak dikelola dengan baik, maka kerugian akan timbul dan bahkan bisa terancam gulung tikar (tutup).

Pada umumnya ada beberapa alasan yang mengakibatkan perusahaan terpaksa tutup yaitu :

  • Perusahaan mengalami kerugian beruntun;
  • Perusahaan mengalami kemunduran kegiatan usaha;
  • Perusahaan mengalami penurunan omset;
  • Perusahaan terlilit hutang;

Apabila perusahaan mengalami kondisi seperti diatas umumnya manajemen perusahaan segera melakukan usaha perbaikan dan penyelamatan agar terhindar dari kebangkrutan dan tutupnya usaha. Beberapa usaha yang dilakukan diantaranya :

  1. Melakukan restrukturisasi keuangan (financial reengineering) dengan mengkonversikan utang menjadi modal;
  2. Melakukan penjadwalan ulang pembayaran utang dan renegoisasi suku bunga pinjaman;
  3. Melakukan usaha persuasif kepada investor agar mau menyuntikan dana talangan (bridging fund) atau membeli atau mengakuisisi perusahaan.

Namun, apabila usaha penyelamatan perusahaan tersebut menemui jalan buntu, maka perusahaan dengan terpaksa ditutup atau dilikuidasi. Keputusan ini adalah pilihan terakhir karena akan berdampak pada terhentinya pemasukan serta penyelesaian kewajiban kepada pihak ketiga, termasuk kewajiban utang pajak yang dilindungi undang-undang.

Penyelesaian Kewajiban Perpajakan

  1. Pelunasan Utang Pajak

Dalam Pasal 21 UU KUP disebutkan sebagai berikut :

Ayat (1) : Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.

Ayat (2) : Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

Ayat (3) : Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

  • Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
  • biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
  • biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Ayat (3a) : Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.

Atas ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai hak mendahulu (hak preferensi) pembayaran utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. Artinya pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi.

2. Penghapusan NPWP & Pencabutan PKP

Ketika penutupan usaha tidak bisa lagi dihindari oleh pengusaha, maka hal lain yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). Perlu diingat, bahwa penghapusan NPWP dan pencabutan NPPKP tidak dapat terjadi secara otomatis walaupun dengan alasan tidak beroperasi lagi.

Tidak sedikit Wajib Pajak membiarkan kondisi tersebut menggantung walaupun ada kekhawatiran bila sewaktu-waktu ditanyakan oleh fiskus, sebaiknya segera diselesaikan terkait penghapusan tersebut karena penundaan tersebut hanya solusi semu. Perlu diingat pula bahwa dengan menunda akan menimbulkan akumulasi sanksi perpajakan (karena umumnya Wajib Pajak pun tidak pernah lagi melaporkan kewajiban perpajakannya).

Bagikan
0Shares