Sekilas, laporan dan pengaduan terlihat mempunyai arti sama. Namun, dalam hukum, kedua istilah ini memiliki defenisi berbeda. Secara defenitif, laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak pidana (Pasal 1 angka 24 KUHAP). Artinya, seseorang dapat saja melaporkan sesuatu, baik atas kemauannya sendiri ataupun atas kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang.
Sedangkan, pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukuk seorang yang telah melakukan tindak pidana termasuk aduan yang merugikannya (Pasal 1 angka 25 KUHAP). Pengertian ini menunjukkan bahwa aduan bermakna bila seseorang merasa dirugikan hak hukumnya oleh orang lain, maka ia dapat mengadukan perilaku tersebut dengan disertai keinginan untuk memperoleh keadilan atau tuntutan hukum.
Menurut R. Tresna, istilah pengaduan (klacht) tidak sama artinya dengan pelaporan (aangfte) ( R. Tresna, asas-asas Hukum Pidana disertai pembahasan beberapa perbuatan pidana yang penting (Jakarta: Tiara,1959). Perbedaan secara umum keduanya adalah sebagai berikut :
- Pelaporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai kejahatan-kejahatan, dimana adanya pengaduan itu menjadi syarat.
- Setiap orang dapat melaporkan suatu kejadian sedangkan pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya.
- Pelaporan tindak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, sedangkan pengaduan dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaliknya merupakan syarat untuk mengadakan penuntutan.
Pengaduan yang bersifat khusus hanya bisa dilakukan oleh pihak tertentu yang berkepentingan, sehingga dapat dicabut sebelum sampai ke persidangan apabila terjadi perdamaian antara pengadu dan teradu. Jika terjadi pencabutan pengaduan, maka perkara tidak dapat diproses lagi.
Adapun tertangkap tangan, yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau tengah melakukan tindak pidana dipergoki oleh orang lain, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana dilakukan (Pasal 1 angka 19 KUHAP). Sebagai contohnya adalah berbagai kasus suap yang ditangani KPK.
Terkait laporan maupun aduan, dalam praktiknya di masyarakat, lebih sering digunakan istilah yang sama, yakni pelaporan. Hal tersebut dikarenakan status yang disandang yang memasukkan laporan maupun aduan disebut pelapor.
Dalam melakukan pelaporan atau pengaduan ke kepolisian, dapat dilakukan sendiri ataupun langsung mengajak atau didampingi oleh kuasa hukum/pengacara/advokat. Namun, pada prinsipnya, jika si pelapor hendak melakukan pelaporan sendiri diperbolehkan. Ketika si pelapor datang ke kepolisian, ia akan diarahkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) atau juga sering disebut Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), serta diminta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke Kepolisian. Selin itu, jika si pelapor hendak langsung didampingi atau mewakilkan pelaporan kepada advokatnya diperbolehkan, sepanjang advokat sudah diberikan surat kuasa khusus untuk diwakilkan dari pelapor sebagai kliennya.
Ditulis ulang dari Buku Lukman Santoso AZ, Anti Bingung Beracara di Pengadilan dan Membuat Surat Kuasa, hal 21-24 (Cet-Laksana Yogyakarta 2017)