(021) 22 474 915
0813-1551-3353
08:00 -17:00 WIB
Senin - Jumat

Month: February 2020

UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Download)

Dalam ketentuan umum bab I pasal 1 dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.

Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Penggabungan Perseroan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Peleburan Perseroan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

Pengambilalihan Perseroan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.

Pemisahan Perseroan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih.

Surat Tercatat adalah surat yang dialamatkan kepada penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan tanggal penerimaan.

Pasal 66 ayat 6 menyatakan bahwa “Laporan tahunan harus memuat sekurang-kurangnya: laporan keuangan, laporan mengenai kegiatan Perseroan, laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan, laporan tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau, nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, gaji dan tunjangan anggota Direksi dan gaji Dewan Komisaris; Pasal 66 ayat 2 menyebutkan bahwa “Laporan keuangan pada ayat (2) disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan”.

Dalam Bab V terkait dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan terdapat dalam Pasal 74 menyebutkan sebagai berikut:

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dalam ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam undang-undang ini ketentuan mengenai struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Namun, modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh.

Mengenai pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan pada prinsipnya tetap dapat dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroan menguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3 (tiga) tahun. Khusus tentang penggunaan laba, Undang-Undang ini menegaskan bahwa Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan cadangan wajib apabila Perseroan mempunyai saldo laba positif.

Dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a untuk mendirikan Perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri. Pada dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun, kepada warga negara asing atau badan hukum asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha Perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian Perseroan tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri.Dalam hal pendiri adalah badan hukum asing, nomor dan tanggal pengesahan badan hukum pendiri adalah dokumen yang sejenis dengan itu, antara lain certificate of incorporation. Dalam hal pendiri adalah badan hukum negara atau daerah, diperlukan peraturan pemerintah tentang penyertaan dalam Perseroan atau peraturan daerah tentang penyertaan daerah dalam Perseroan.

Apbila anda sedang mencari advokat, lawyer, pengacara, silahkan hubungi kami, RS & Partners Law Office melalui hotline kami 0813.1551.3353 atau Email : rsa.advokat@gmail.com. www.rs.lawyer.id


UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Download)


Dengan terbitnya Undang-undang ini, maka pemerintah mencabut UU No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi perkara No. 071/PUU-II/2004_001- 002/PUU-III/2005 YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN ASURANSI INDONESIA (YLKAI) maka Pasal 6 ayat (3) beserta Penjelasannya dan Pasal 224 ayat (6) sepanjang menyangkut kata “ayat (3)” UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional, yang dilakukan dengan pembentukan hukum baru, khususnya produk hukum yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional.

Produk hukum nasional yang menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran diharapkan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian nasional, serta mengamankan dan mendukung hasil pembangunan nasional.

Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan perekonomian nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillissements-verordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348).

Yang dimaksud dengan kepailitan dalam ketentuan umum Bab I Pasal 1 dalam Undang-Undang ini adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena per-janjian atau
Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan.

Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan memberes-kan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini.

Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.

Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Tenggang waktu adalah jangka waktu yang harus dihitung dengan tidak memasukkan hari mulai berlakunya tenggang waktu tersebut.

Apakah anda sedang mencari advokat, lawyer, pengacara? Hubungi kami, RS & Partners Law Office melalui hotline kami 0813.1551.3353 atau Email : rsa.advokat@gmail.com. www.rs.lawyer.id


UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (Dowload)

Dalam ketentuan umum pasal (1) dalam uu ini yang dimaksud dengan Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.

Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat berdasarkan kesepakatan dengan Klien.

Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada Klien yang tidak mampu.

Advokat Asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang menjalankan profesinya di wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan persyaratan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apakah anda sedang mencari advokat, lawyer, pengacara? Hubungi kami, RS & Partners Law Office melalui hotline kami 0813.1551.3353 atau Email : rsa.advokat@gmail.com. www.rs.lawyer.id


upaya hukum terdakwa

Upaya Hukum Terdakwa

Meskipun telah menerima vonis atau putusan hakim, terdakwa masih memiliki upaya hukum. Ada dua macam upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terdakwa, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.

a. Upaya hukum Biasa

Upaya hukum ini terdiri atas tiga macam, yaitu seperti berikut :

  1. Banding, yaitu upaya hukum yang dapat diajukan, baik oleh terdakwa maupun penuntut umum apabila merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan tingkat pertama. Permohonan banding ini diajukan ke pangadilan tinggi dalam jangka waktu tujuh hari setelah putusan dibacakan apabila terdakwa hadir ataupun tujuh hari setelah putusan diberitahukan secara resmi kepada terdakwa apabila terdakwa tidak hadir (pasa 233 KUHAP)
  2. Kasasi, yaitu upaya hukum yang diajukan terdakwa maupun penuntut umum apabila tidak puas terhadap putusan pengadilan pada tingkat banding, melalui pengadilan tingkat pertama (PN) yang mengadili perkara tersebut. Permohonan kasasi diajukan dalam jangka waktu empat belas hari setelah putusan dibacakan apabila terdakwa hadir atau empat belas hari setelah putusan diberitahukan secara resmi kepada terdakwa apabila terdakwa tidak hadir (pasal 245 KUHAP). Pihak yang mengajukan kasasi wajib menyerahkan memori kasasi dalam jangka waktu empat belas hari setelah permohonan kasaasi diterima oleh Mahkamah Agung (Pasal 248 KUHAP). Apabila jangka waktu tersebut tidak dipenuhi, maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi tersebut gugur.
  3. Perlawanan (verzet). Upaya perlawanan ini diajukan oleh terdakwa dan terbagi atas dua macam.
  • Perlawanan terhadap putusan hakim yang bersifat penetapan. Perlawanan ini diajukan ke Pengadilan Tinggi (pasal 156 KUHAP)
  • Perlawanan terhadap putusan Verstek. Perlawanan ini diajukan terdakwa apabila pada sidang pertama hakim menjatuhkan putusan tanpa kehadiran terdakwa. Perlawanan ini diajukan oleh terdakwa ke pengadilan negeri yang mengadili perkara tersebut (pasal 214 KUHAP)

b. Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya hukum ini dilakukan terhadap suatu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, Upaya hukum luar biasa ini terbagi atas dua macam, yaitu Peninjauan Kembali dan Kasasi demi kepentingan hukum.

1). Peninjauan Kembali (PK)

Upaya hukum ini hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli waris dari terpidana. Selain itu, PK ini hanya dapat dilaksanakan terhadap putusan hakim yang bersifat menghukum.

Menurut pasal 263 ayat 2 KUHAP, alasan untuk mengajukan PK adalah :

a). Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, yang mana jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangung, maka hasilnya berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

b). Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hak dan keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain; atau

c). Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

2). Kasasi demi Kepentingan Hukum (KDKH)

Upaya hukum ini hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung. Tujuan upaya hukum ini hanya untuk memperbaiki redaksional tertentu dari putusan dan pertimbangan hukum yang tidak tepat agar tidak terdapat kesalahan penahanan di kemudian hari. Isi putusan tidak boleh bertentangan dengan kepentinga.

Disalin dari buku Lukman Santoso Az (anti bingung beracara di Pengadilan)

Urgensi pendampingan hukum oleh advokat

Urgensi Pendampingan Hukum Oleh Advokat

Dalam kehidupan sosial, tidak jarang persoalan sederhana membawa seseorang dalam perkara hukum. Ketika seseorang sudah berhadapan dengan huku, salah satu upaya agar terhindar dari persoalan hukum yang lebih rumit adalah dengan menggunakan jasa advokat. Sebab, jasa pengacara dibutuhkan untuk menghindarkan tersangka atau terdakwa dari pernyataan maupun pertanyaan yang “menjebak”, akhirnya dapat memberatkan klien. Bukan hanya itu, pengacara andal mampu melihat celah hukum yang bisa dimanfaatkan untuk meringankan ancaman hukuman bagi kliennya.

Oleh karena itu, apabila kasus yang membelit Anda akhirnya dibawa ke pengadilan, alangkah bijaknya jika Anda menggunakan jasa pengacara untuk mendampingi selama persidangan, apalagi jika ancaman hukum yang Anda hadapi cukup berat, misalnya diatas lima tahun. Namun demikian, jika yakin dengan kemampuan diri sendiri serta yakin memenangkan kasus tersebut, bisa saja Anda maju menghadapi persidangan tanpa pendampingan pengacara.

Jika Anda tidak mampu, maka negara dapat menyediakan tenaga pengacara untuk melakukan pendampingan selama persidangan. Selain difasilitasi negara, Anda juga dapat menghubungi Pos Bantuan Hukum (Posbakum) atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang terdapat di koya Anda. Menggunakan jasa penasihat hukum dari LBH membantu Anda dari segi pembayaran karena LBH akan siap sedia untuk membantu mereka yang tidak mampu dan buta hukum. Tidak mampu disini ditunjukan dengan surat keterangan tidak mampu dari aparat pemerintahan setempat. Lain lagi jika buta hukum, buta hukum disini dilihat dari kasus yang dihadapi. Jika kasus yang dihadapi tersangka/terdakwa menyangkut hal-hal yang berefek luas pada masyarakat (misalnya kasus pelanggaran HAM, mafia peradilan, haka atas tanah, sosial, ekonomi, budaya, dan ancaman hukuman mati), maka meskipun tersangka/terdakwa memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, LBH tetap akan memberikan perlindungan hukum.

Menjadi sedikit berbeda ketika Anda memilih untuk mencari advokat sendiri dibandingkan memilih pengacara “gratis” yang disediakan negara. Jika demikian, maka Anda harus memilih secermat mungkin dan bernegosiasi dengan si advokat. Terkait hal ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan pengacara yang ideal, diantaranya sebagai berikut:

  1. Pengacara tersebut harus memiliki izin praktik yang diberikan oleh organisasi profesi. Khusu untuk pengacara atau pembela hukum yang tergabung dalam LBH atau LKBH perguruan tinggi, mereka dapat mengajukan permohonan izin praktik insidental kepada ketua pengadilan.
  2. Penting untuk mendapatkan pengacara yang memiliki pengetahuan luas dan cerdas. Anda bisa mengetahuinya dengan menanyakan kejadian-kejadian hukum terbaru. Jawaban dari si pengacara dapat menjadi penilaian dari kemampuannya.
  3. Pada dasarnya, setiap pengacara dapat menangani berbagai macam kasus hukum yang ada. Namun, untuk bidang-bidang tertentu, terdapat pengecualian, seperti saat beracara di Pengadilan pajak, pngurusan HAKI, dan hal-hal yang terkait dengan pasar modal (seperti pemberian pendapat hukum untuk perusahaan yang ini go-public). Bidang-bidang tersebut membutuhkan persyaratan khusus atau kompetensi tambahan dari pengacara.
  4. Jangan tertipu dengan penampilan pengacara yang parlente. Penampilan yang parlente bukan jaminan pengacara tersebut memiliki wawasan dan pengetahuan yang mumpuni. Pilih pengacara berdasarkan kemapuannya, bukan keahliannya.
  5. Menilai kemampuan pengacara juga dapat dilihat dari rekam jejak (track record) kasus yang pernah ditangani dengan sukses. Jika pengacara dipercaya untuk menangani kasus petinggi-petinggi negeri ini dan berhasil memenangkan kasus-kasus besar, maka kualitasnya sudah tentu baik.

Terkait dengan pembiayaan perkara, hal yang sering pula muncul di dalam benak pelapor adalah apabila ingin menggunakan jasa advokat, berapakah tarif jasa advokat? Hampir semua bidang usaha jasa memiliki tarif yang jelas dan terukur, bahkan terdapat price list (daftar harga). Namun, berkaitan dengan jasa advokat, hampir tidak ada biaya yang pasti dan terukur. Yang ada hanyalah kesepakatan kedua belah pihak atau kelayakan nominal yang disebutkan oleh si advokat, bahkan ada yang gratis, semisal LBH, LKBH, Posbakum, atau lembaga-lembaga bantuan hukum perguruan tinggi yang menyediakan jasa gratis untuk masyarakat. Kecuali, di beberapa law firm / kantor hukum yang go international, biasanya jasa advokat menggunakan rate biaya dengan dolar Amerika Serikat. Biaya jasa pendampingan juga bergantung kompleksitas perkara yang dihadapi.

Ada beberapa parameter atau ukuran-ukuran yang biasanya dijadikan patokan secara wajar dalam menentukan pembiayaan pendampingan advokat terhadap klien, antara lain seperti berikut.

  1. Tingkat Ketenaran Advokat. Pada umumnya, Advokat selalu menampilkan pribadi-pribadi yang terkesan mewah dan elegan. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena digunakan untuk meningkatkan citra diri yang diharapkan dapat meningkatkan harga jual. Untuk mengetahui tingkat kebonafidan advokat, salah satu medianya adalah melalui keberadaan kantor hukum (law firm) si advokat berada. Media lainnya adalah melalui kelengkapan administrasi pemberkasan, misalnya isi profile company dari kantor hukum (law firm) si advokat tersebut.
  2. Nilai Nominal dari Perkara yang akan dilaporkan/diadukan. Nilai nominal suatu perkara baik pidana maupun perdata merupakan unsur perkara yang paling bagigi advokat/pengacara untuk menentukan biaya operasionalnya. Biasanya, operasional (bila perdata). Namun, dalam perkara pidana, parameternya adalah peristiwa hukum yang telah terjadi.
  3. Ketersinggungan Harga Diri Pelapor. Selain nilai nominal suatu perkara, harga diri pelapor juga menjadi tolok ukur. Biasanya, ini terjadi pada kasus-kasus pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Selain itu, biasanya pelapor adalah orang yang berpengaruh ataupun memiliki kemampuan finansial di atas rata-rata.
  4. Tempat di mana laporan atau pengaduan tersebut dilaporkan/diadukan. Seseorang yang merasa dirugikan kepentingan hukumnya atau merasa terzhalimi oleh orang lain terkadang tidak mengetahui tempat melakukan pelaporan atau pengaduan; ke polsek, polres, polda, atau Mabes polri. Padahal, semakin jauh wilayah laporan perkara, tentu biaya yang dibutuhkan semakin tinggi.

Sama halnya dengan biaya, pendampingan advokat juga bergantung pada kesepakatan. Jika kesepakatan antara klien dengan advokat hanya untuk peradilan tingkat pertama (persidangan di pengadilan negeri), maka apabila lawan melakukan banding ke pengadilan tinggi, Anda perlu mencari advokat baru. Namun, jika telah bersepakat untuk menyewa advokat hingga kasus Anda berkekuatan hukum tetap, maka Anda tidak perlu mencari advokat baru.

Agar kedua belah pihak saling percaya, buatlah surat perjanjian kerjasama tersendiri dengan advokat Anda. Hal ini untuk memperjelas hal yang menjadi hak dan kewajiban Anda, serta advokat yang Anda tunjuk. Setelah mendapatkan pendamping yang sesuai kemampuan dan kebutuhan Anda, persiapkan diri Anda. Bersama advokat, sisir kembali kronologis kasus Anda. Lakukan pendataan tentang saksi-saksi yang dapat membantu posisi Anda, barang bukti yang dapat meringankan, serta ceritakan kasus secara lengkap dan terbuka kepada advokat, sehingga ia bisa membantu Anda secara optimal. Jangan sampai Anda justru menyembunyikan informasi kepada advokat karena buka tidak mungkin informasi yang disembunyikan justru dapat menguntungkan Anda.

Disalin dari buku Lukman Santoso Az (anti bingung beracara di Pengadilan)

Pentingnya Bantuan Hukum dan Pendampingan Hukum

Bantuan hukum termasuk salah satu istilah dalam hukum yang hingga saat ini masih terdengar asing bagi masyarakat dan belum mendapatkan pengertian yang pasti.

Oleh karena belum adanya pengertian yang pasti mengenai istilah bantuan hukum tersebut, kalangan profesi hukum di Indonesia mencoba memberikan pengertian tersendiri.

Salahsatunya adalah lokakarya bantuan hukum tingkat nasional yang diselenggarakan pada tahun 1978 yang merumuskan pengertian bantuan hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada masyarakat yang tergolong tidak mampu, baik secara perorangan maupun kelompok masyarakat yang tidak mampu secara kolektif.

Lingkup kegiatan bantuan hukum itu meliputi pembelaan dan perwakilan baik di luar maupun di dalam pengadilan, termasuk pendidikan dan penelitian serta penyebaran gagasan. Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dipahami bahwa unsur dari bantuan hukum adalah adanya pemberian nasihat hukum dan tindakan sebagai pendamping untuk membela seseorang yang dituduh atau didakwa melakukan kejahatan.

Konsepsi mengenai bantuan hukum memang sangat jarang kita temui. Dalam KUHAP, juga sedikit yang menyinggung bantuan hukum. Terdapat dua bentuk hukum yang umumnya digunakan oleh negara-negara di dunia, yaitu model yuridis individual (a juridical right) dan model kesejahteraan (a welfare right).

Pada model yuridis individual, bantuan hukum yang diberikan tergantung permintaan warga masyarakat yang membutuhkan. Masing-masing dari mereka yang membutuhkan dapat menggunakan jasa pengacara dan memberikan imbalan atas jasanya, kecuali bagi mereka yang dianggap tidak mampu. Sedangkan, pada model kesejahteraan, bantuan hukum diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Di negara Amerika misalnya, pemberian bantuan hukum berada dibawah pengaturan criminal justice act dan economic opportunity act. Bantuan hukum dianggap sebagai bagian yang sangat penting untuk memberikan keadilan bagi masyarakat terutama mereka yang dianggap tidak mampu.

Dalam pemberian bantuan hukum, dikenal beberapa bentuk pelayanan, antara lain legal aid, legal assistance, dan legal service. Ketiganya memiliki pelaksanaan yang berbeda. Legal aid merupakan pemberian bantuan hukum kepada seseorang yang dilakukan secara cuma-cuma dan dikhususkan kepada masyarakat yang tidak mampu. Legal aid secara konseptual merupakan bentuk upaya penegakan hukum dengan melakukan pembelaan terhadap kepentingan dan hak-hak asasi masyarakat miskin. (Abdurahman, Aspek-aspek bantuan Hukum di Indonesia (yogyakarta:Cendana Press,1983), hlm. 34.

Adapun Legal Assistance merupakan pemberian bantuan kepada seluruh kelompok masyarakat. Legal assistance memiliki makna yang lebih luas daripada legal aid. Konsepsi legal assistance adalah memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin dan memberikan bantuan hukum dengan imbalan jasa kepada masyarakat yang mampu.

Sementara itu, legal service adalah pelayanan hukum. legal service hadir untuk memberikan pelayanan atau bantuan hukum kepada seluruh orang dengan tujuan menjamin hak seluruh orang untuk mendapatkan nasihat hukum. Hal ini dilakukan agar pelayanan hukum dalam praktiknya tidak diskriminatif karena adanya perbedaan status kekayaan seseorang. Dalam konsep legal service, terdapat beberapa makna dan tujuan.

Pertama, pelayanan diberikan kepada masyarakat dengan tujuan menghapuskan diskriminasi dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan hukum kepada masyarakat.

Kedua, pelayanan hukum yang diberikan kepada masyarakat bertujuan untuk mewujudkan kebenaran hukum dengan jalan menghormati hak yang diberikan oleh hukum kepada setiap anggota masyarakat. Ketiga, selain upaya penegakan hukum dan penghormatan hak hukum kepada setiap orang, legal service lebih mendahulukan penyelesaian sengketa dengan cara berdamai.

Dalam konteks hukum Indonesia, hak atas bantuan hukum pada prinsipnya merupakan amanah konstitusi bagi setiap warga negara untuk memiliki kedudukan sama di dalam hukum dan pemerintahan (Lihat Pasal 1 ayat 3 dan pasal 27 ayat 1 UUD 1945). Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terealisasi dan dinikmati oleh masyarakat apabila ada kesempatan yang sama untuk mendapatkan keadilan, termasuk di dalamnya pemenuhan hak atas bantuan hukum.

Sebelum diberlakukannya UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dikenal PP No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-cuma. Namun, di dalam peraturan tersebut belum diberikan defenisi bantuan hukum secara tepat. Selain itu, peraturan tersebut secara substantif tidak mengatur bantuan hukum, melainkan mengatur bagaimana advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma.

Dengan demikian, subjek dari PP No. 38 Tahun 2008 adalah advokat, bukan bantuan hukum.

Oleh karena itu, baru setelah diundangkannya UU No. 16 Tahun 2011, terdapat defenisi bantuan hukum yang cukup tepat. Dalam undang-undang tersebut, bantuan hukum didefinisikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Berdasarkan undang-undang ini, bantuan hukum merupakan pekerjaan jasa yang bersifat profesional, yang berarti untuk melakukan pekerjaan tersebut diperlukan suatu pendidikan dan keahlian khusus. Selain itu, bantuan hukum juga merupakan suatu hak yang dapat dituntut oleh setiap subjek hukum ketika ia memerlukannya.

Bantuan hukum merupakan hak bagi orang miskin yang dapat diperoleh tanpa bayar (pro bono publico) sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum. Terlebih lagi prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan hak untuk dibela advokat (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia dari kemiskinan, khususnya dalam bidang hukum.

Disalin ulang dari buku Lukman Santoso Az (anti bingung beracara di Pengadilan. Bagian 2

Wajib Tau, Kewajiban Perpajakan Bagi Perusahaan Yang Sudah Bubar

Persaingan dunia usaha sekarang ini tidaklah mudah, dan dapat dikatakan sangatlah ketat. Apapun jenis kegiatan usahanya tentu ada saja persaingan yang terjadi dari berbagai aspek, sehingga pemilik perusahaan harus benar-benar mengelola perusahaan dengan baik. Karena tidak dapat dipungkiri apabila suatu perusahaan tidak dikelola dengan baik, maka kerugian akan timbul dan bahkan bisa terancam gulung tikar (tutup).

Pada umumnya ada beberapa alasan yang mengakibatkan perusahaan terpaksa tutup yaitu :

  • Perusahaan mengalami kerugian beruntun;
  • Perusahaan mengalami kemunduran kegiatan usaha;
  • Perusahaan mengalami penurunan omset;
  • Perusahaan terlilit hutang;

Apabila perusahaan mengalami kondisi seperti diatas umumnya manajemen perusahaan segera melakukan usaha perbaikan dan penyelamatan agar terhindar dari kebangkrutan dan tutupnya usaha. Beberapa usaha yang dilakukan diantaranya :

  1. Melakukan restrukturisasi keuangan (financial reengineering) dengan mengkonversikan utang menjadi modal;
  2. Melakukan penjadwalan ulang pembayaran utang dan renegoisasi suku bunga pinjaman;
  3. Melakukan usaha persuasif kepada investor agar mau menyuntikan dana talangan (bridging fund) atau membeli atau mengakuisisi perusahaan.

Namun, apabila usaha penyelamatan perusahaan tersebut menemui jalan buntu, maka perusahaan dengan terpaksa ditutup atau dilikuidasi. Keputusan ini adalah pilihan terakhir karena akan berdampak pada terhentinya pemasukan serta penyelesaian kewajiban kepada pihak ketiga, termasuk kewajiban utang pajak yang dilindungi undang-undang.

Penyelesaian Kewajiban Perpajakan

  1. Pelunasan Utang Pajak

Dalam Pasal 21 UU KUP disebutkan sebagai berikut :

Ayat (1) : Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.

Ayat (2) : Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

Ayat (3) : Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

  • Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
  • biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
  • biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Ayat (3a) : Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.

Atas ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai hak mendahulu (hak preferensi) pembayaran utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. Artinya pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi.

2. Penghapusan NPWP & Pencabutan PKP

Ketika penutupan usaha tidak bisa lagi dihindari oleh pengusaha, maka hal lain yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). Perlu diingat, bahwa penghapusan NPWP dan pencabutan NPPKP tidak dapat terjadi secara otomatis walaupun dengan alasan tidak beroperasi lagi.

Tidak sedikit Wajib Pajak membiarkan kondisi tersebut menggantung walaupun ada kekhawatiran bila sewaktu-waktu ditanyakan oleh fiskus, sebaiknya segera diselesaikan terkait penghapusan tersebut karena penundaan tersebut hanya solusi semu. Perlu diingat pula bahwa dengan menunda akan menimbulkan akumulasi sanksi perpajakan (karena umumnya Wajib Pajak pun tidak pernah lagi melaporkan kewajiban perpajakannya).

Ini Akibatnya, Jika Perseroan Sudah Ditutup Tetapi Tidak Menghapus NPWP

Perlu diketahui, pada saat perseroan telah dibubarkan atau sudah ditutup, rupanya NPWP tidak serta merta terhapus dengan sendirinya, begitu juga dengan status PPKPnya (Pengkuhan Pengusaha Kena Pajak) tidak secara otomatis dicabut. Wajib Pajak dalam hal Perseroan tetap harus melakukan pengajuan penghapusan NPWP dan pencabutan status PPKP apabila Wajib Pajak (WP) tidak menginginkan adanya penagihan pajak ke depannya.

Penagihan pajak tetap dapat dilakukan oleh kantor pajak, dikarena NPWP wajib pajak masih terdaftar dalam sistem kantor pajak. Pada umumnya hal ini sering tidak diketahui oleh Wajib Pajak yang telah melakukan penutupan usaha sehingga tidak lagi melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya dan juga tidak memenuhi kewajiban perpajakan lainnya.

Wajib pajak merasa perseroan sudah ditutup dan sudah tidak memiliki transaksi lagi. Oleh karena itu, untuk menghindari resiko dan sanksi  perpajakan dikemudian hari, Wajib Pajak perlu melakukan manajemen penutupan usahanya dengan baik, termasuk mengenai kewajiban yang berhubungan dengan pajak.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan oleh Wajib Pajak yang melakukan penutupan usaha adalah sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak harus menyadari bahwa upaya untuk menghapus NPWP dan NPPKP merupakan salah satu cara DJP untuk merapikan administrasi pajak di Indonesia. Wajib Pajak dituntut kooperatif untuk segera mengajukan penghapusan NPWP dan NPPKP segera setelah usahanya ditutup dan segala persyaratan telah dipenuhi akan mempermudah pendataan dari sisi DJP maupun dari sisi WP itu sendiri. Hal ini juga dilakukan untuk menghindari sanksi pajak yang mungkin timbul ke depannya apabila NPWP dan NPPKP Wajib Pajak masih ada tetapi kegiatan usahanya sudah tidak berjalan lagi. Mengenai status PKP, apabila WP belum melaporkan pencabutan statusnya, hal ini akan berdampak pada WP lain yang bertransaksi dengannya. Status PKP atau non-PKP akan berdampak pada diperbolehkan atau tidak diperbolehkannya pengkreditan Pajak Masukan PPN.
  2. Wajib Pajak harus mengajukan permohonan penghapusan NPWP secara elektronik atau tertulis kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha WP dilampiri dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.
  3. Wajib Pajak harus menyiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan pada saat pemeriksaan DJP pasca permohonan penghapusan NPWP yaitu dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak Badan telah di likuidasi atau dibubarkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT) Pasal 142 sampai dengan Pasal 152 dijelaskan terkait pembubaran, likuidasi, dan berakhirnya status badan hukum perseroan. Dokumen-dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak Badan telah dilikuidasi atau dibubarkan, seperti yang dijelaskan secara tersirat dalam UU PT, meliputi :
  • Surat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
  • Anggaran dasar WP Badan yang menunjukkan jangka waktu berdirinya PT telah berakhir;
  • Surat penetapan pengadilan atau putusan pengadilan niaga;
  • Surat pencabutan izin usaha PT; atau
  • Surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat informasi mengenai penutupan usaha WP Badan.

4. Wajib Pajak harus memastikan tidak mempunyai utang pajak (tidak termasuk utang pajak yang penagihannya telah daluwarsa dan utang pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan; atau Wajib Pajak yang tidak mempunyai harta kekayaan), tidak sedang dilakukan tindakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; pemeriksaan bukti permulaan; penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; atau penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tidak sedang dalam proses penyelesaian persetujuan bersama (mutual agreement procedure), tidak sedang dalam proses penyelesaian kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement), seluruh NPWP cabang telah dihapus, tidak sedang dalam proses penyelesaian upaya hukum di bidang perpajakan, berupa:

  • Keberatan;
  • Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi;
  • Pengurangan atau pembatalan SKP;
  • Pengurangan atau pembatalan STP;
  • Pembatalan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau penelitian PBB;
  • Gugatan;
  • Banding; dan/atau
  • Peninjauan kembali.

5. Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan pencabutan pengukuhan PKP secara elektronik atau tertulis pada KPP atau KP2KP tempat PKP dikukuhkan, dilampiri dengan dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak Badan telah dilikuidasi atau dibubarkan.

6. Wajib Pajak harus menyiapkan dokumen-dokumen bukti penutupan usaha yang dibutuhkan pada saat pemeriksaan DJP pasca permohonan pencabutan status PKP meliputi:

  • Surat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
  • Anggaran dasar WP Badan yang menunjukkan jangka waktu berdirinya PT telah berakhir;
  • Surat penetapan pengadilan atau putusan pengadilan niaga;
  • Surat pencabutan izin usaha PT; atau
  • Surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat informasi mengenai penutupan usaha WP Badan.

7. Apabila Wajib Pajak tidak memiliki cash flow untuk melunasi utang pajak sehingga NPWP belum dapat dihapus, Wajib Pajak dapat mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak. Wajib Pajak harus mengajukan permohonan secara tertulis menggunakan surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, dan memenuhi persyaratan. Wajib Pajak juga harus menyiapkan jaminan berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito, dan juga garansi bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran apabila permohonan pengangsuran pembayaran pajak diajukan setelah melampaui batas waktu.