• Law Office Ryanto Sirait & Partners
+ (6221) 478 65 971
+ (62) 813 1551 3353
08:00 - 18:00
Senin - Jumat

Tag: rs lawyer

Persaingan dunia usaha sekarang ini tidaklah mudah, dan dapat dikatakan sangatlah ketat. Apapun jenis kegiatan usahanya tentu ada saja persaingan yang terjadi dari berbagai aspek, sehingga pemilik perusahaan harus benar-benar mengelola perusahaan dengan baik. Karena tidak dapat dipungkiri apabila suatu perusahaan tidak dikelola dengan baik, maka kerugian akan timbul dan bahkan bisa terancam gulung tikar (tutup).

Pada umumnya ada beberapa alasan yang mengakibatkan perusahaan terpaksa tutup yaitu :

  • Perusahaan mengalami kerugian beruntun;
  • Perusahaan mengalami kemunduran kegiatan usaha;
  • Perusahaan mengalami penurunan omset;
  • Perusahaan terlilit hutang;

Apabila perusahaan mengalami kondisi seperti diatas umumnya manajemen perusahaan segera melakukan usaha perbaikan dan penyelamatan agar terhindar dari kebangkrutan dan tutupnya usaha. Beberapa usaha yang dilakukan diantaranya :

  1. Melakukan restrukturisasi keuangan (financial reengineering) dengan mengkonversikan utang menjadi modal;
  2. Melakukan penjadwalan ulang pembayaran utang dan renegoisasi suku bunga pinjaman;
  3. Melakukan usaha persuasif kepada investor agar mau menyuntikan dana talangan (bridging fund) atau membeli atau mengakuisisi perusahaan.

Namun, apabila usaha penyelamatan perusahaan tersebut menemui jalan buntu, maka perusahaan dengan terpaksa ditutup atau dilikuidasi. Keputusan ini adalah pilihan terakhir karena akan berdampak pada terhentinya pemasukan serta penyelesaian kewajiban kepada pihak ketiga, termasuk kewajiban utang pajak yang dilindungi undang-undang.

Penyelesaian Kewajiban Perpajakan

  1. Pelunasan Utang Pajak

Dalam Pasal 21 UU KUP disebutkan sebagai berikut :

Ayat (1) : Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.

Ayat (2) : Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

Ayat (3) : Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

  • Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
  • biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
  • biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Ayat (3a) : Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.

Atas ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai hak mendahulu (hak preferensi) pembayaran utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. Artinya pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi.

2. Penghapusan NPWP & Pencabutan PKP

Ketika penutupan usaha tidak bisa lagi dihindari oleh pengusaha, maka hal lain yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). Perlu diingat, bahwa penghapusan NPWP dan pencabutan NPPKP tidak dapat terjadi secara otomatis walaupun dengan alasan tidak beroperasi lagi.

Tidak sedikit Wajib Pajak membiarkan kondisi tersebut menggantung walaupun ada kekhawatiran bila sewaktu-waktu ditanyakan oleh fiskus, sebaiknya segera diselesaikan terkait penghapusan tersebut karena penundaan tersebut hanya solusi semu. Perlu diingat pula bahwa dengan menunda akan menimbulkan akumulasi sanksi perpajakan (karena umumnya Wajib Pajak pun tidak pernah lagi melaporkan kewajiban perpajakannya).

Tujuan adanya strategi dalam sengketa bisnis adalah suatu strategi masyarakat dalam mencari metode untuk mencegah dan menyelesaikan sengketa. Banyak energi dan invovasi yang berasal dari para non-ahli hukum mengkreasikan berbagai bentuk penyelesaian sengketa. Berbagai macam strategi dalam penyelesaian perkara sengketa bisnis baik secara formal maupun non-formal dapat dijadikan acuan untuk menjawab sengketa yang ada (Suyud margono. Penyelesaian sengketa bisnis. Jakarta: Ghallia Indonesia hlm. 17).

Setiap orang selalu mempunyai sudut pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Begitu juga dalam hal penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis. Perdebatan yang panjang dan perbedaan pendapat selalu menyelimuti dalam suatu sengketa dan menjadikan hal tersebut menjadikan suatu permasalahan menjadi sulit untuk dipecahkan dan juga diselesaikan. Dan juga tidak akan ditemui jalan keluar dari permasalahan. Maka dari itu dibutuhkan beberapa strategi untuk menghidari jalan buntu.

Untuk memecahkan atau menyelesaikan sengketa yang ada dapat dilalui dengan beberapa strategi penyelesaian sengketa. Strategi penyelesaian sengketa tersebut antara lain :

  • Negosiasi
  • Mediasi
  • Pengadilan
  • Arbitrase

Macam-macam strategi untuk menyelesaikan sengketa bisnis antara lain :

  1. Proses Litigasi

Pilihan pertama seseorang jika dihadapkan dengan sengketa apalagi sengketa bisnis. Pasti yang paling utama yang muncul pertama kali dalam benak adalah pengadilan. Semua menginginkan sengketa yang ada supaya diadili secara hukum yang berlaku, dengan mengajukan perkara sengketa kepada badan hukum yaitu pengadilan. Pengajuan ke Badan Hukum atau Pengadilan ini sering disebut Proses Litigasi.

Pada proses litigasi ini, semua pihak yang berperkara langsung berhadapan di depan majelis peradilan. Para pihak tersebut biasanya didampingi lawyer masing-masing dan mereka sama-sama mempertahankan haknya dan adu argumentasi. Keputusan hasil dari proses litigasi biasanya bersifat memaksa dan juga mempunyai kekuatan hukum tetap, ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang. Keduanya harus menjalankan semua hasil dari litigasi.

Selain litigasi lewat pengadilan, ada litigasi melalui arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa dengan menggunakan seorang arbiter.

2. Proses Non-Litigasi

Proses non litigasi ini adalah salah satu strategi penyelesaian secara kooperatif. Karena dalam proses strategi ini sangat berbeda dengan proses litigasi dalam penyelesaian sengketa bisnis. Dan stratego-strategi non litigasi ini banyak sekali yang memilih pada saat ini. Beberapa strategi penyelesaian non-litigasi seperti :

a. Secara damai atau kekeluargaan

Strategi penyelesaian sengketa yang pertama yaitu penyelesaian secara damai atau kekeluargaan. Strategi ini sering kita jumpai dalam suatu sengketa, karena para pihak tidak ingin memperpanjang masalah dan juga tidak menginginkan urusan tambah rumit. Dengan cara damai atau kekeluargaan inilah yang dapat menghindarkan rasa permusuhancyang terjadi akibat suatu sengketa.

b. Negosiasi

Strategi non-litigasi kedua yaitu negosiasi. Dalam strategi penyelesaian perkara negosiasi ini dilakukan antara para pihak-pihak yang bersengketa tanpa adanya pihak kedua. Dengan cara berkomunikasi untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi kedua pihak yang bersengketa.

c. Mediasi

Mediasi ini hampir sama dengan negosiasi, hanya saja pada mediasi diperlukan orang ketiga yang menjadi mediator. Mediator adalah pihak penengah antara pihak-pihak yang bersengketa, mediator haruslah dari pihak luar agar bisa berlaku adil dan tidak memihak.

d. Konsiliasi

Strategi yang terakhir yaitu konsiliasi. Konsiliasi ini lanjutan dari mediasi, biasanya mediator berubah menjadi konsiliator. Seorang konsiliator mempunyai hak untuk menawarkan beberapa rumusan untuk dijadikan jalan keluar oleh pihak-pihak.

e. Arbitrase

Selanjutnya adalah arbitrase. Arbitrase adalah salah satu cara atau strategi penyelesaian sengketa bisnis yang telah dikenal lama dalam hukum nasional maupun intenasional. Namun demikian sampai pada saat ini belum ada batasan atau defenisi resmi mengenai Arbitrase.

Arbitrase merupakan penyelesaian perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999)

Ditulis ulang dari Buku Fitrotin Jamilah, S.H.I.,M.H.I., Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis Hal 26-28 (Pustaka Yustisia, Yogyakarta 2014)

Sekilas, laporan dan pengaduan terlihat mempunyai arti sama. Namun, dalam hukum, kedua istilah ini memiliki defenisi berbeda. Secara defenitif, laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak pidana (Pasal 1 angka 24 KUHAP). Artinya, seseorang dapat saja melaporkan sesuatu, baik atas kemauannya sendiri ataupun atas kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang.

Sedangkan, pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukuk seorang yang telah melakukan tindak pidana termasuk aduan yang merugikannya (Pasal 1 angka 25 KUHAP). Pengertian ini menunjukkan bahwa aduan bermakna bila seseorang merasa dirugikan hak hukumnya oleh orang lain, maka ia dapat mengadukan perilaku tersebut dengan disertai keinginan untuk memperoleh keadilan atau tuntutan hukum.

Menurut R. Tresna, istilah pengaduan (klacht) tidak sama artinya dengan pelaporan (aangfte) ( R. Tresna, asas-asas Hukum Pidana disertai pembahasan beberapa perbuatan pidana yang penting (Jakarta: Tiara,1959). Perbedaan secara umum keduanya adalah sebagai berikut :

  • Pelaporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai kejahatan-kejahatan, dimana adanya pengaduan itu menjadi syarat.
  • Setiap orang dapat melaporkan suatu kejadian sedangkan pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya.
  • Pelaporan tindak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, sedangkan pengaduan dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaliknya merupakan syarat untuk mengadakan penuntutan.

Pengaduan yang bersifat khusus hanya bisa dilakukan oleh pihak tertentu yang berkepentingan, sehingga dapat dicabut sebelum sampai ke persidangan apabila terjadi perdamaian antara pengadu dan teradu. Jika terjadi pencabutan pengaduan, maka perkara tidak dapat diproses lagi.

Adapun tertangkap tangan, yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau tengah melakukan tindak pidana dipergoki oleh orang lain, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana dilakukan (Pasal 1 angka 19 KUHAP). Sebagai contohnya adalah berbagai kasus suap yang ditangani KPK.

Terkait laporan maupun aduan, dalam praktiknya di masyarakat, lebih sering digunakan istilah yang sama, yakni pelaporan. Hal tersebut dikarenakan status yang disandang yang memasukkan laporan maupun aduan disebut pelapor.

Dalam melakukan pelaporan atau pengaduan ke kepolisian, dapat dilakukan sendiri ataupun langsung mengajak atau didampingi oleh kuasa hukum/pengacara/advokat. Namun, pada prinsipnya, jika si pelapor hendak melakukan pelaporan sendiri diperbolehkan. Ketika si pelapor datang ke kepolisian, ia akan diarahkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) atau juga sering disebut Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), serta diminta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke Kepolisian. Selin itu, jika si pelapor hendak langsung didampingi atau mewakilkan pelaporan kepada advokatnya diperbolehkan, sepanjang advokat sudah diberikan surat kuasa khusus untuk diwakilkan dari pelapor sebagai kliennya.

Ditulis ulang dari Buku Lukman Santoso AZ, Anti Bingung Beracara di Pengadilan dan Membuat Surat Kuasa, hal 21-24 (Cet-Laksana Yogyakarta 2017)