,
  • LAW OFFICE RYANTO SIRAIT & PARTNERS
(021) 22 474 915
0813-1551-3353
08:00 -17:00 WIB
Senin - Jumat

Month: October 2020

Peraturan Kode Etik Notaris dan PPAT

  1. Pengertian Etika

Sebelum membahas pentingnya etika profesi, lebih baik kita mengetahui terlebih dahulu apa arti dari etika profesi. Etika profesi terdiri dari dua kata yaitu etika dan profesi. Menurut Isnanto (2009), etika berasal dari bahasa yunani yaitu “ethos” yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.

Etika akan berkaitan dengan pokok pemikiran yang dimilki seorang atau sekelompok individu untuk membuat suatu batasan-batasan atau standard-standard tertentu, yang berguna untuk mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya ke arah yang benar. Etika ini kemudian diubah ke dalam kode (kode etik) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika dinilai menyimpang dari kode etik, sedangkan profesi berasal dari bahasa latin yaitu professus yang berarti menyiratkan. Sesuatu bisa dikatakan sebagai profesi apabila terdapat wadah organisasi untuk menampung dan memberikan dukungan kepada sesama penyandang profesi tersebut.

Dalam pengertian lain, Etika adalahsebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral, sedangkan Profesi adalahJanji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap / permanen”Seseorang yang berkompeten.

2. Etika Dan Moral

  • Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, ethos.
  • Dalam filsafat Yunani, etika bersumber dari spekulasi tentang kehidupan yang baik yang disistematisasikan ke dalam bagian filsafat dan disebut sebagai etika.
  • Kata tersebut menunjuk kepada “kebiasaan-kebiasaan”(customs), yaitu kebiasaan dalam arti ide tentang yang baik dan yang buruk dalam diri manusia.
  • Etika juga didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral.
  • Kesusilaan dan moral adalah keseluruhan aturan, kaidah atau hukum yang mengambil bentuk amar dan larangan.
  • Dikatakan juga, Etika adalah filsafat tentang ajaran moral.
  • Maka dari itu etika berbeda dengan moral.

Etika Berbeda Dengan Moral, Ajaran moral menjawab pertanyaan tentang “bagaimana orang harus hidup, apa yang boleh, apa yang tidak boleh, dan apa yang wajib diperbuat,” sedangkan  etika menjawab pertanyaan tentang “bagaimana pertanyaan moral   itu dapat dijawab.”

3. Pengertian Profesi

Profesi adalah suatu pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi.

Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan.

Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut professional, sedangkan professional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya.

4. Pengertian Etika Profesi

Etika profesi menurut Keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.

5. Pengertian dan Tujuan Kode Etik Profesi

Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.

Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.

6. Pengertian Kode Etik

  • Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
  • Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.
  • Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.
  • Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.

8. Fungsi Kode Etik Profesi

Kode etik profesi itu merupakan sarana  untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.

9. Kedudukan Notaris dan PPAT

Merujuk pada ketentuan pasal 1 angka Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, disebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Dan selanjutnya dalam penjelasannya ditegaskan bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, yang artinya bahwa jabatan notaris adalah merupakan sebuah prosesi, oleh karenanya harus memiliki kode etik prosesi.

Sedangkan Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT sebagaimana ketentuan pasal 1 angka Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Dalam menjalankan profesi jabatan notaris, maka terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan notaris yaitu :

I. JABATAN NOTARIS

  1. UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Pasal 82

  1. Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.
  2. Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 83

  1. Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris.
  2. Organisasi Notaris memiliki buku daftar anggota dan salinannya disampaikan kepada Menteri dan Majelis Pengawas.

2. UU No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Pasal 82

  1. Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.
  2. Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia.
  3. Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu-satunya wadah profesi Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Notaris.
  4. Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Notaris.
  5. Ketentuan mengenai penetapan, pembinaan, dan pengawasan Organisasi Notaris diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 83 (tetap tidak berubah ==> UU No 30 Tahun 2004)

  1. Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris.
  2. Organisasi Notaris memiliki buku daftar anggota dan salinannya disampaikan kepada Menteri dan Majelis Pengawas.
  • Atas dasar ketentuan tersebut angka I. A diatas (UU No. 30 Tahun 2004), maka di buatlah Perubahan Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia. AD INI Hasil Kongres Luar Biasa INI di Bandung tgl 27 Januari 2005.
  • AD tersebut hasil Kongres Luar Biasa INI di Bandung tgl 27 Januari 2005, mengalami perubahan pada Kongres XIX INI di Jakarta tanggal 27-28 Januari 2006, perubahan pada beberapa Pasal yaitu:
    • Pasal 10 ayat (2);
    • Pasal 10 ayat (4);
    • Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), dan
    • Pasal 17 ayat (1).
  • Terakhir AD INI dirubah atas dasar ketentuan tersebut angka I.B diatas (UU No. 2 Tahun 2014), maka di buatlah Perubahan Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia, yaitu Perubahan Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia yang diselenggarakan di Banten, 29-30 Mei 2015, terdiri dari 15 item perubahan.

Khusus pada perubahan angka 11. Judul dan ketentuan Bab VI Pasal 13 ayat (3) diubah, sehingga Judul dan ketentuan Bab VI Pasal 13 berbunyi sebagai berikut :

BAB VI

KODE ETIK NOTARIS DAN PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS

Pasal 13

  1. Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris, Perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan.
  2. Dewan Kehormatan melakukan upaya-upaya untuk menegakkan Kode Etik Notaris.
  3. Dewan Kehormatan dapat bekerjasama dengan Pengurus Perkumpulan dan berkoordinasi dengan Majelis Pengawas dan/atau Majelis Kehormatan Notaris untuk melakukan upaya penegakan Kode Etik Notaris.

II.  JABATAN PPAT

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

10. Peranan etika dalam profesi

Nilai nilai etika itu tidak hanya miliki satu atau dua orang atau segolongan orang saja tetapi milik sekelompok masyarakat yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Kode etik hanya ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggota penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Kehadiran organisasi ini diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan suatu profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian.

Peranan Kode Etik dalam kaitannya dengan notaris dan PPAT adalah karena jabatan notaris dan PPAT merupakan sebuah profesi yang harus dijalankan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan harus tunduk kepada peraturan etika profesi yang selanjutnya disebut dengan “kode etik”.  

  1. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :
    1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya  bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
    2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).
    3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan  bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
  2. Selanjutnya terdapat 4 Prinsip Etika Profesi dalam menjalankan profesinya yaitu seseorang perlu memiliki dasar-dasar yang perlu diperhatikan, diantaranya :
    1. Prinsip Tanggung Jawab. Seorang yang memiliki profesi harus mampu bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari profesi tersebut, khususnya bagi orang-orang di sekitarnya.
    2. Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut agar seseorang mampu menjalankan profesinya tanpa merugikan orang lain, khususnya orang yang berkaitan dengan profesi tersebut.
    3. Prinsip Otonomi. Prinsip ini didasari dari kebutuhan seorang profesional untuk diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menjalankan profesinya.
    4. Prinsip Integritas Moral. Seorang profesional juga dituntut untuk memiliki komitmen pribadi untuk menjaga kepentingan profesinya, dirinya, dan masyarakat.
  3. Kode Etik Notaris Dan PPAT
    1. Kode Etik Notaris Diatur Dalam Peraturan Kode Etik Notaris Hasil Kongres Luar INI Banten, 29-30 Mei 2015
      Definisi Kode Etik Notaris diatur dalam Pasal 1 Angka 2.
    2. Kode Etik PPAT Diatur Dalam Lampiran Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No 112/Kep-4.1/Iv/2017 Tentang Pengesahan Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Definisi Kode Etik IPPAT Diatur Dalam Pasl 1 Angka 2.
  • Kode Etik Menurut Peraturan Kode Etik Notaris Hasil Kongres Luar Ini Banten,  29-30  Mel 2015.

Pasal 1 angka 2

Kode Etik  Notaris dan  untuk  selanjutnya  akan  disebut  Kode Etik adalah kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan INI yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam  peraturan  perudangan-udangan-an yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota  Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti pada saat menjalankan jabatan.

  • Kode Etik IPPAT menurut Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional  No:  112/Kep-4.1/Iv/2017 Tanggal : 27 April 2017

Pasal 1 angka 2

Kode Etik PPAT yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan berdasarkan keputusan Kongres dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh anggota perkumpulan IPPAT dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai PPAT, termasuk di dalamnya para PPAT Pengganti.

4. Syarat untuk berfungsinya Kode Etik

  • Syarat mutlak adalah bahwa kode etik  itu dibuat oleh profesi sendiri. Supaya bisa berfungsi dengan baik, kode etik harus menjadi hasil self-regulation (pengaturan diri) dari profesi. Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki.  Hal itu tidak pernah bisa dipaksakan dari luar.
  • Kode etik berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi terus menerus. Kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode. Tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis.
  • Kode etik berisikan juga ketentuan bahwa profesional berkewajiban melapor, bila ketahuan teman sejawat melanggar kode etik.  Ketentuan ini merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik: seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar.

Dari pengertian etika dan profesi yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa etika profesi merupakan suatu pokok pemikiran yang tersusun dalam kode etik suatu organisasi dan harus dimiliki oleh setiap anggotanya untuk ikut berperan mengawasi suatu profesi. Salah satu pokok pemikiran yaitu kebebasan.

Di dalam pokok pemikiran tersebut terdapat bidang-bidang lainnya. Seperti kebebasan, dalam kebebasan terdapat bidang-bidang seperti kebebasan dalam menyelidiki, kebebasan dalam mengomunikasi hasil penelitian, kebebasan dalam mempublikasikan hasil penelitian, dan lain-lainnya.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa etika profesi itu penting untuk seorang notaris dan PPAT karena di dalam etika profesi, para notaris dan PPAT diajarkan mengenal batasan-batasan mengenai sejauh mana ia harus bertindak dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris dan PPAT. Para notaris PPAT maupun calon notaris PPAT harus mengetahui perbuatan apa saja yang dianggap sebagai suatu pelanggaran. Dengan begitu, para notaris PPAT dan calon notaris PPAT dituntut untuk menjadi notaris yang bertanggung jawab dan berkualitas yang menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik yang ada.

Tim : rs-lawyer.id


Perpaduan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia Tahun 2015-2017-2018

Anggaran Rumah Tangga (ART) Ikatan Notaris Indonesia (INI) mengalami sebanyak tiga kali perubahan, yaitu :

  1. Perubahan Anggaran Rumah Tangga (ART), tahun 2015 berdasarkan hasil rapat pleno pengurus pusat di banten pada 30 Mei 2015 yang diperluas.
  2. Perubahan Anggaran Rumah Tangga (ART) tahun 2017, berdasarkan hasil rapat pleno pengurus pusat di Balik papan, 12 Januari 2017 yang diperluas.
  3. Perubahan Anggaran Rumah Tangga (ART) tahun 2018, berdasarkan hasil keputusan rapat pleno Pengurus Pusat yang diperluas (pra Kongres) di Yogyakarta tanggal 19-20 Oktober 2018.

Poin-poin apa saja yang dilakukan dalam perubahan tersebut, silahkan download Anggaran Rumah Tangga (ART) sebagaimana perpaduan pada link download dibawah ini.

Download Perpaduan ART 2015-2017-2018

Perpaduan Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia Tahun 2015-2017-2018

Berdasarkan penelurusan Anggaran Dasar (AD) Ikatan Notaris Indonesia (INI) pertama kali dibuat pada tahun 2005, dan selanjutnya terdapat beberapa perubahan yang dilakukan berdasarkan kongres luar biasa, yaitu :

  1. Anggaran Dasar berdasarkan Hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Bandung, pada 27 Januari 2005
  2. Perubahan Anggaran Dasar (AD) berdasarkan Hasil Kongres XIX di Jakarta, 27-28 Januari 2006.
  3. Perubahan Anggaran Dasar (AD) berdasarkan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Banten, 29-30 Mei 2015.

Hal mendasar dilakukannya perubahan pada Anggaran Dasar (AD) Ikatan Notaris Indonesia (INI) adalah didalam pertimbangan perubahan Anggaran Dasar (AD) tahun 2015, diubah dan disesuaikan dengan adanya Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

-Bahwa  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004  tentang  Jabatan Notaris telah disahkan dan diundangkan berdasarkan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432 serta mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2004, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491, selanjutnya disingkat Undang-Undang Jabatan Notaris;

-Bahwa dalam Undang-Undang tersebut, antara lain diatur tentang organisasi Notaris yang merupakan organisasi profesi jabatan Notaris berbentuk Perkumpulan yang berbadan hukum dan ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, serta susunan organisasi tersebut ditetapkan dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Peraturan Perkumpulan;

-Bahwa berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar Perkumpulan Notaris yang telah mendapatkan Penetapan Menteri Kehakiman tertanggal 4 Desember 1958 Nomor J.A.5/117/6 dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 6 Maret 1959 Nomor 19, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 6, dan perubahan anggaran dasar yang terakhir telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan tanggal 12 Januari 2009 Nomor AHU-03.AH.01.07.Tahun 2009, Ikatan Notaris Indonesia, selanjutnya disingkat dengan INI merupakan satu-satunya wadah organisasi bagi segenap Notaris di seluruh Indonesia yang berbentuk Perkumpulan yang berbadan hukum;

-Bahwa untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Jabatan Notaris berikut peraturan pelaksanaannya, sekaligus untuk lebih meningkatkan efisiensi  dan efektifitas dalam menjalankan aktifitas Perkumpulan maka Anggaran Dasar Perkumpulan Notaris perlu disempurnakan dengan cara mengubah dan menyusun kembali.

Lalu poin-poin lain apa sajakah yang terdapat dalam perubahan-perubahan Anggaran Dasar (AD) Ikatan Notaris Indonesia (INI), Untuk mengetahuinya kami sajikan dalam perpaduan Anggaran Dasar (AD) yang dapat di download link dibawah ini.

PMK Tentang Pejabat Lelang Kelas Dua

Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.

Lelang Non-eksekusi Sukarela adalah Lelang atas barang milik swasta, perorangan, atau badan hukum badan usaha yang dilelang secara sukarela.

Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk
melaksanakan penjualan barang secara Lelang.

Ringkasan Peraturan Balai Tentang Lelang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.06/2019 TENTANG BALAI LELANG

Ketentuan umum pasal 1 dalam PMK 113 tahun 2019 yang dimaksud dengan Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.

Kantor Perwakilan Balai Lelang yang selanjutnya disebut Kantor Perwakilan adalah unit Balai Lelang yang berkedudukan di luar kota/kabupaten tempat kedudukan Balai Lelang yang telah mendapatkan izin pembukaan Kantor Perwakilan.

Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.

Pejabat Lelang Kelas I adalah Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Keuangan yang diangkat sebagai Pejabat Lelang yang merupakan pejabat umum sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan.

Pej abat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.

Untuk mendapatkan izin operasional sebagaimana Balai Lelang
harus didirikan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) dan harus memiliki modal disetor berupa uang paling sedikit :

Rp. l0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi Balai Lelang yang didirikan di wilayah:
1. Provinsi DKI Jakarta;
2. Kota Bekasi;
3. Kabupaten Bekasi;
4. Kota Bogor;
5. Kabupaten Bogor;
6. Kota Depok;
7. Kota Tangerang;
8 . Kota Tangerang Selatan; dan
9. Kabupaten Tangerang,
selanjutnya disebut zona I;

Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) bagi Balai Lelang yang didirikan di wilayah provinsi, kota dan kabupaten di Pulau Madura dan di Pulau Jawa di luar zona I, selanjutnya disebut zona II; dan

Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) bagi Balai Lelang yang didirikan di wilayah provinsi, kota, dan kabupaten di luar zona I dan zona II, selanjutnya disebut zona III.

Saham Balai Lelang dimiliki sebagaimana diatur dalam ketentuan dimaksud pasal 5 ayat (1) PMK 113/2019 yaitu : a. swasta nasional; b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); c . Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); atau d . patungan swasta nasional, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan/ atau swasta asing, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5 (2) Kepemilikan saham oleh swasta asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditentukan paling banyak 49% (empat puluh sembilan persen) dari modal disetor.

Sejumlah ketentuan lain juga telah diatur dalam PMK 113/2019 ini, untuk mengetahuinya silahkan download PMK 113/2019 pada link berikut ini.

Berlakunya peraturan ini sekaligus mencabut PMK sebelumnya, sebagaimana ketentuan dalam pasal Pasal 63 sebagai berikut:

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 476); dan b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1339), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Download PMK 113/2019

Download PPT Ringkasan Peraturan Balai Lelang

Ditulis dan dipublikasi oleh : Tim rs-lawyer.id



Tindak Pidana Pemalsuan : Defenisi dan Sanksi Pidana Menurut KUHP

rs-lawyer.id | Sebelum membahas apa itu pemalsuan, harus dipahami terlebih defenisi dari pemalsuan. Dikutip dari sumber wikipedia disebutkan bahwa Pemalsuan adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau dokumen-dokumen , dengan maksud untuk menipu.  Kejahatan yang serupa dengan penipuan adalah kejahatan memperdaya yang lain, termasuk melalui penggunaan benda yang diperoleh melalui pemalsuan.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakarta, Pemalsuan berasal dari suku kata “palsu” yang berarti tidak tulen, tidak sah, tiruan, curang dan tidak jujur. Pemalsuan dapat diartikan sebagai perbuatan meniru sesuatu atau membuat sesuatu secara tidak sah sehingga tampak seperti yang asli. Sedangkan menurut KBBI Online, pemalsuan adalah proses, cara, perbuatan memalsu.

Pemalsuan tanda tangan adalah upaya atau tindakan memalsukan tanda tangan dengan meniru bentuk tanda tangan yang dipalsukan.

Sedangkan defenisi menurut Adam Chazawi dalam bukunya Pelajaran Hukum Pidana Bagian I yang disalin dari artikel http://ningsih-ningnong.blogspot.com, Pemalsuan merupakan kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (obyek), yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.

Dan menurut Andi Hamzah dalam bukunya Terminology hukum Pidana, Pemalsuan adalah perbuatan mengubah atau meniru dengan menggunakan tipu muslihat sehingga menyerupai aslinya.

Macam-macam pemalsuan :

a. Pemalsuan intelektual pemalsuan ientelektual tentang isi surat / tulisan.

b. Pemalsuan uang : pemalsuan mata uang, uang kertas Negara / bank,dan dipergunakan sebagai yang asli.

c. Pemalsuan materiel : pemalsuan tentang bentuk surat / tulisan.

d. Pemalsuan merk : pemalsuan merk dengan maksud menggunakan / menyuruh orang lain menggunakannya seolah-olah merk yang asli.

e. Pemalsuan materai : pemalsuan materai yang dikeluarkan Negara / peniruan tanda tangan, yang diperlukan untuk keabsahan materai dengan maksud menggunakannya / menyuruh orang lain untuk memakainya seolah – olah materai yang asli.

f. Pemalsuan tulisan : pemalsuan tulisan termasuk surat, akta, dokumen / peniruan tanda tangan orang lain, dengan maksud menerbitkan hak, menghapus utang serta menggunakan / menyuruh orang lain menggunakannya seolah – olah tulisan yang asli. (Andi Hamzah, Terminology hukum Pidana, Sinar Grafika).

Dasar hukum tindak pidana pemalsuan surat atau akta terdapat dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disalin dari USU Law Journal, Vol.3 No. 3 Themis Simaremare M. Hamdan, Mahmud Mulyadi, Jelly Leviz yaitu :

1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Unsur-unsur pemalsuan surat berdasarkan pasal 263 ayat (1) diatas adalah :

1. Membuat surat palsu atau memalsukan surat, artinya membuat yang isinya bukan semestinya (tidak benar), atau memalsukan surat dengan cara mengubahnya sehingga isinya menjadi lain seperti aslinya yaitu itu dengan cara :

a. Mengurangkan atau menambah isi akta.

b. Mengubah isi akta.

c. Mengubah tandatangan pada isi akta.

Unsur pertama ini adalah unsur obyektif yang artinya perbuatan dalam membuat surat palsu dan memalsukan surat.

2. Dalam penjelasan pada pasal tersebut disebutkan, yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yakni :

a. Yang dapat menerbitkan sesuatu hak.

b. Yang dapat menerbitkan sesuatu perutangan.

c. Yang dapat membebaskan daripada hutang.

d. Yang dapat menjadi bukti dalam sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian. Unsur kedua ini tergolong kepada unsur objektf.

3. Dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang di palsukan, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan. Artinya perbuatan memalsukan surat seolah-olah surat asli harus dengan niat menggunakannya atau menyuruh orang lain, menggunakannya. Unsur ketiga ini tergolong pada unsur subjektif.

4. Merugikan orang lain yang mempergunakan surat tersebut.

Sedangkan unsur-unsur dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah :

1) Unsur obyektif yaitu :

a. Perbuatan yaitu memakai.

b. Obyeknya yaitu surat palsu dan surat yang dipalsukan

c. Pemakaian surat tersebut dapat merugikan

2) Unsur subyektif dengan sengaja

Untuk dapat dikenai sanksi pidana Pasal 263 ayat (1) KUHP ini sebagaimana dijelaskan R. Soesilo (hlm 195) yang disalin dari artikel https://lsc.bphn.go.id, surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang : a. Dapat menerbitkan hak, misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil dan lainnya. b. Dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya: surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa dan sebagainya. c. Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang, misalnya kwitansi atau surat semacam itu; atau d. Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa, misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, dan masih banyak lagi.

Ketentuan Pasal 264 ayat (1) dan Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyebutkan :

1) Yang bersalah karena memalsukan surat dipidana dengan pidana penjara selamalamanya 8 (delapan ) tahun, kalau perbuatan itu dilakukan terhadap: a. Surat pembuktian resmi (akta otentik). b. Surat utang atau tanda utang dari suatu negara atau sebagiannya atau dari lembaga hukum. c. Sero atau surat utang atau surat tanda sero atau surat tanda utang dari suatu perhimpunan yayasan, perseroan atau maskapai. d. Talon atau surat untung sero (deviden) atau surat bunga uang dari salah satu surat yang diterangkan pada huruf b dan c atau tentang surat bukti yang dikeluarkan sebagai surat pengganti surat itu. e. Surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan.

2) Di pidana dengan pidana itu juga barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan tersebut dalam ayat (1), seolah –olah surat itu asli dan tidak dipalsukan. Jika hal memakai surat itu dapat mendatangkan kerugian.

Unsur-unsur kejahatan pada ayat (1) dikutip dari (P.A.F. Lamintang Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, adalah:

1. Unsur-unsur obyektif yaitu : a. Perbuatan itu membuat surat palsu dan memalsukan b. Obyeknya yaitu surat sebagaimana tercantum dalam ayat (1) huruf “a” sampai dengan “ e”. c. Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tersebut.

2. Unsur subyektif yaitu: dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain seolah-olah isinya benar dan tidak palsu. Unsur-unsur kejahatan pada ayat (2) diatas adalah :

1) Unsur-unsur obyektif yaitu : a. Perbuatan yaitu memakai b. Obyeknya adalah surat-surat sebagaimana tersebut dalam ayat (1). c. Pemakaian itu seolah-olah isinya benar dan tidak palsu.

2) Unsur subyektif yaitu dengan sengaja.

Tindak Pidana Pemalsuan dalam Pasal 266 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Sanksi menurut ketentuan pasal ini adalah mereka yang menyuruh menggunakan sarana tersebut untuk melakukan kejahatan, atau mereka dengan sengaja menggunakan sertifikat palsu sebagai sarana melakukan kejahatan pertanahan. Menurut P.A.F. Lamintang dalam bukunya, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal diatas adalah sebagai berikut.

Ayat Ke- 1 mempunyai unsur-unsur :

1. Unsur Objektif.

a. Perbuatan : menyuruh memasukkan.

Kata “menyuruh melakukan” seperti dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP, orang yang disuruh melakukan itu haruslah merupakan orang yang tidak dapat diminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana. Sedangkan perbuatannya “menyuruh mencantumkan” seperti yang dimaksud dalam pasal 266 ayat (1) KUHP itu. Orang yang disuruh mencantumkan keterangan palsu di dalam suatu akta otentik itu tidaklah perlu harus merupakan orang yang tidak dapat diminta pertanggungjawaban menurut hukum pidana. Undang-undang menyatakan bahwa harus menyuruh mencantumkan suatu keterangamn palsu di dalam sautu akta otentik yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta tersebut.

b. Obyeknya: keterangan palsu

c. Kedalam akta otentik

Akta otentik yang di buat oleh Notaris mempunyai fungsi untuk membuktikan kebenaran tentang telah dilakukannya suatu perbuatan hukum yang dilakukannya suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan mencantumkan nama masing-masing para pihak yang melakukan suatu perbuatan hukum.

d. Mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan dengan akta itu.

e. Jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian.

Mencari kantor advokat, lawyers, pengacara, penasehat hukum untuk membantu menangani permasalahan hukum ? Para Advokat, Lawyers, Pengacara di kantor Hukum RS & Partners (RS&) telah berpengalaman dan berlisensi dari organisasi Peradi. Hubungi kami melalui hotline kami 0813.1551.3353 atau Email : rsa.advokat@gmail.com